
Selama ini kita menegenal serangga sebagai hama tanaman. Ada juga
serangga yang indah dan lucu seperti kupu-kupu. Tapi siapa sangka, serangga
juga bisa melacak pembunuhan.
Pada pertengahan tahun 1970-an ditemukan tiga mayat pada lokasi yang
berbeda di Gainesville, Amerika Serikat. Masing -Masing di rumah mobil
(caravan), di bagian belakang truk, dan di bawah pohon.
Pihak kepolisian setempat sudah berupaya melacak siapa pelaku
pembuuhan misterius itu dari bukti-bukti yang ada. Namun sulit di temukan
petunjuk. Tak di sangka, seorang ahli entomologi forensic dari universitas
florida John Butler menyatakan
sanggup menemukan petujuk hanya dengan memeriksa pola pertumbuhan larva lalat
pada mayat.
Setelah meneliti, Butler menympulkan
aksi pembunuhan pada ketiga korban dilakukan pada waktu dan tempat yang
bersamaan. Itu berarti pelakunya pun sama. Bagaimana Butler melakukan semua
itu?
Entomologi
forensic
Entomologi fornsik adalah bagian dari ilmu forensic yang
menggunakan serangga pada mayat sebagai dasar penyelidikan untuk menentukan
waktu kematian. Walaupun metode ini tidak popular, bahkan tidak di kenal sama
sekali, namun bukan hal baru. Sejarah mencatat ilmu ini telah di gunakan sejak
abad ke-13 di cina dan digunakan secara sporadis pada abad ke-19 hingga awal
abad ke-20 di amerika dan eropa.
Kebanyakan kasus kematian yang bisa di selidiki melalui entomologi
forensic terjadi setelah 72 jam. Sebelum 72 jam, para penyidik masih bisa
menggunakan metode forensic lain dengan tingkat akuransi yang sama dengan
metode entomologi forensic. Namun jika peristiwa kematian sudah melewati batas
waktu 3 hari, taka da metode lain yang bisa di lakukan kecuali entomologi
forensic.
Menariknya, penentuan interval post-mortem atau waktu kematian
dengan entomologi forensic tak bisa di lakukan untuk kematian karena serangan
jantung atau kanker. Metode ini hanya bisa di gunakan pada investigasi
pembunuhan.
Parameter yang di gunakan pada metode ini antara lain panjang
larva, berat larva, glombang suksesi atau urutan pergiliran kolonisasi spesies
serangga yang berbeda pada mayat. Demikian
juga tetap perkembangannya hingga kondisi cuaca yang terangkum dalam
teknik accumutated degree hour. Jika data-data ini Cukup lengkap hasilnya bisa
sangat akurat.
Butler mengatakan, agar bukti keberadaan serangga dapat di gunakan
di pengadilan, tipe telur maupun larva serangga yang terdapat pada mayat harus
di ketahui dengan tepat. Serangga yang sering di gunakan adalah yang paling
awal mendatangi mayat. Beberapa spesies serangga tiba kurang dsri 24 jam setelah
kematian jika cuacanya sesuai. Beberapa jenis yang lain tiba dalam hitungan
menit jika terdapat darah atau cairan tubuh lainnya.
Kelompok serangga yang paling awal datang dan pertama yang menjadi
saksi pembunuhan tersebut adalah calliphoridae
atau lalat berwarna hijau kebiruan. Lalat ini berukuran besar dan sering
kali terlihat mengrumuni daging, sehingga di sebut juga lalat daging.
Spesies lainnya adalah musciadae
atau lalat rumah yang berwarna hitam dan berukuran kecil. Seringkali kita
lihat mengrumuni sampah. Keduanya adalah lalat yang umum nya kita lihat
sehari-hari sehingga mudah di kenali.
Lalat tertarik mendatangi mayat untuk meletakkan telurnya. Telur
biasanya di letakkan pada tempat luka yang terbuka atau lubang pada tubuh
seperti lubang hidung, mulut, dan lain-lain. Perkembangan serangga mulai dari
telur hingga serangga dewasa mengikuti serangkaian siklus yang dapat di
prediksi waktunya.
Setelah menetas dari telur, serangga memasuki tahapan larva, mulai
dari instar ( tahap) pertama hingga instar terakhir. Setalah itu
larva akan mencapai tahap prepupa dan pupa atau kepongpong. Beberapa hari
kemudian serangga dewasa keluar dari pupa.

Saat serangga dewasa mulai bertelur, siklus di mulai kembali, kepongpong
yang tinggal pada mayat menjadi bukti lalat pernah tumbuh dan berkembang hingga
dewasa. Waktu kematian kemudian ditentukan dengan memeriksa tahap perkembangan
serangga tertua pada mayat. Contohnya, jika serangga tertua berusia tujuh hari, maka dapat di
simpulkan korban telah meninggal sedikitnya selama tujuh hari. Dengan informasi
lingkungan yang akurat, waktu kematian dapat di tentukan hingga hitungan jam. Setelah
serangga dewasa pertama telah keluar dari kepongpongnya (satu siklus generasi
telah lengkap), maka waktu kematian ditentukan dengan menggunakan glombang
susesi serangga atau pergiliran kolonisasi spesies serangga.
Kehebatan serangga menjadi salah satu rahasia alam yang menarik
untuk direnungkan. Betapa allah SWT maha besar atas segala ciptaanya. Adakah manusia
bisa menciptakan seekor lalat kecil? Nyatanya, setelah 14 abad sejak al-qur’an
di turunkan, tak ada manusia yang mampu membuat serangga meskipun teknologi
sudah mencapai masa keemasannya.
“hai sekalian manusia, di tunjukkan (kepadamu) suatu contoh,
sebab itu hendaklah kamu dengar. Sesungguhnya orang-orang (berhala-berhala)
yang kamu sembah selain allah, tidak akan sanggup menciptakan lalat, meskipun
mereka berkumpul menjadikannya. Jika mereka di hinggapi lalat, mereka tak
sanggup melepaskan diri dari padanya. Lemah oaring yang meminta dan tempat
meminta (orang yang menyembah dan orang yang di sembah).” (Qs al-hajj: 73)
0 komentar:
Post a Comment