Membaca Membuka Cakrawala, Membangaun Peradaban Dunia

Tuesday, November 15, 2016

SERANGGA SEBAGAI ALAT PENDETEKSI KEMATIAN

Selama ini kita menegenal serangga sebagai hama tanaman. Ada juga serangga yang indah dan lucu seperti kupu-kupu. Tapi siapa sangka, serangga juga bisa melacak pembunuhan.

Pada pertengahan tahun 1970-an ditemukan tiga mayat pada lokasi yang berbeda di Gainesville, Amerika Serikat. Masing -Masing di rumah mobil (caravan), di bagian belakang truk, dan di bawah pohon.

Pihak kepolisian setempat sudah berupaya melacak siapa pelaku pembuuhan misterius itu dari bukti-bukti yang ada. Namun sulit di temukan petunjuk. Tak di sangka, seorang ahli entomologi forensic dari universitas florida John Butler menyatakan sanggup menemukan petujuk hanya dengan memeriksa pola pertumbuhan larva lalat pada mayat.

Setelah meneliti, Butler menympulkan aksi pembunuhan pada ketiga korban dilakukan pada waktu dan tempat yang bersamaan. Itu berarti pelakunya pun sama. Bagaimana Butler melakukan semua itu?

Entomologi forensic
Entomologi fornsik adalah bagian dari ilmu forensic yang menggunakan serangga pada mayat sebagai dasar penyelidikan untuk menentukan waktu kematian. Walaupun metode ini tidak popular, bahkan tidak di kenal sama sekali, namun bukan hal baru. Sejarah mencatat ilmu ini telah di gunakan sejak abad ke-13 di cina dan digunakan secara sporadis pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di amerika dan eropa.

Kebanyakan kasus kematian yang bisa di selidiki melalui entomologi forensic terjadi setelah 72 jam. Sebelum 72 jam, para penyidik masih bisa menggunakan metode forensic lain dengan tingkat akuransi yang sama dengan metode entomologi forensic. Namun jika peristiwa kematian sudah melewati batas waktu 3 hari, taka da metode lain yang bisa di lakukan kecuali entomologi forensic.

Menariknya, penentuan interval post-mortem atau waktu kematian dengan entomologi forensic tak bisa di lakukan untuk kematian karena serangan jantung atau kanker. Metode ini hanya bisa di gunakan pada investigasi pembunuhan.

Parameter yang di gunakan pada metode ini antara lain panjang larva, berat larva, glombang suksesi atau urutan pergiliran kolonisasi spesies serangga yang berbeda pada mayat. Demikian  juga tetap perkembangannya hingga kondisi cuaca yang terangkum dalam teknik accumutated degree hour. Jika data-data ini Cukup lengkap hasilnya bisa sangat akurat.

Butler mengatakan, agar bukti keberadaan serangga dapat di gunakan di pengadilan, tipe telur maupun larva serangga yang terdapat pada mayat harus di ketahui dengan tepat. Serangga yang sering di gunakan adalah yang paling awal mendatangi mayat. Beberapa spesies serangga tiba kurang dsri 24 jam setelah kematian jika cuacanya sesuai. Beberapa jenis yang lain tiba dalam hitungan menit jika terdapat darah atau cairan tubuh lainnya.

Kelompok serangga yang paling awal datang dan pertama yang menjadi saksi pembunuhan tersebut adalah calliphoridae atau lalat berwarna hijau kebiruan. Lalat ini berukuran besar dan sering kali terlihat mengrumuni daging, sehingga di sebut juga lalat daging.

Spesies lainnya adalah musciadae atau lalat rumah yang berwarna hitam dan berukuran kecil. Seringkali kita lihat mengrumuni sampah. Keduanya adalah lalat yang umum nya kita lihat sehari-hari sehingga mudah di kenali.

Lalat tertarik mendatangi mayat untuk meletakkan telurnya. Telur biasanya di letakkan pada tempat luka yang terbuka atau lubang pada tubuh seperti lubang hidung, mulut, dan lain-lain. Perkembangan serangga mulai dari telur hingga serangga dewasa mengikuti serangkaian siklus yang dapat di prediksi waktunya.

Setelah menetas dari telur, serangga memasuki tahapan larva, mulai dari instar ( tahap) pertama hingga instar terakhir. Setalah itu larva akan mencapai tahap prepupa dan pupa atau kepongpong. Beberapa hari kemudian serangga dewasa keluar dari pupa.

Saat serangga dewasa mulai bertelur, siklus di mulai kembali, kepongpong yang tinggal pada mayat menjadi bukti lalat pernah tumbuh dan berkembang hingga dewasa. Waktu kematian kemudian ditentukan dengan memeriksa tahap perkembangan serangga tertua pada mayat. Contohnya, jika serangga tertua berusia tujuh hari, maka dapat di simpulkan korban telah meninggal sedikitnya selama tujuh hari. Dengan informasi lingkungan yang akurat, waktu kematian dapat di tentukan hingga hitungan jam. Setelah serangga dewasa pertama telah keluar dari kepongpongnya (satu siklus generasi telah lengkap), maka waktu kematian ditentukan dengan menggunakan glombang susesi serangga atau pergiliran kolonisasi spesies serangga. 

Kehebatan serangga menjadi salah satu rahasia alam yang menarik untuk direnungkan. Betapa allah SWT maha besar atas segala ciptaanya. Adakah manusia bisa menciptakan seekor lalat kecil? Nyatanya, setelah 14 abad sejak al-qur’an di turunkan, tak ada manusia yang mampu membuat serangga meskipun teknologi sudah mencapai masa keemasannya.

hai sekalian manusia, di tunjukkan (kepadamu) suatu contoh, sebab itu hendaklah kamu dengar. Sesungguhnya orang-orang (berhala-berhala) yang kamu sembah selain allah, tidak akan sanggup menciptakan lalat, meskipun mereka berkumpul menjadikannya. Jika mereka di hinggapi lalat, mereka tak sanggup melepaskan diri dari padanya. Lemah oaring yang meminta dan tempat meminta (orang yang menyembah dan orang yang di sembah).” (Qs al-hajj: 73)

Share:
"MEMBACA MEMBUKA CAKRAWALA MEMBANGUN PERADABAN DUNIA"

0 komentar:

Post a Comment

Ads baner

Popular Posts

Powered by Blogger.
["Hidup bukanlah tentang bagaimana menemukan diri kita tetapi bagaimana menciptakan diri kita yang sebenarnya"]["Hidup adalah serangkaian peristiwa alami dan spontan. Jangan melawan kehidupan yang hanya akan menciptakan kesedihan. Biarkan realitas menjadi kenyataan. Biarkan semuanya mengalir secara alami"]["Cobalah untuk belajar sesuatu tantang segala sesuatu dan segala sesuatu tentang sesuatu"]["Hidup adalah Kesusahan yang harus diatasi. Rahasia yang harus digali. Tragedi yang harus dialami. Kegembiraan yang harus dibagikan. Cinta yang harus dinikmati, dan Tugas yang harus dilaksanakan"]