Prosesi tukar cincin kepada calon pinangan merupakan hal yang lazim
di lakukan saat ini.
Pertanyaannya, apakah tradisi tukar cincin tersebut merupakan
anjuran agama islam?
Sebelum menapaki jenjang pernikahan, sepasang calon pengantin di
sunahkan untuk melakukan lamaran terlebih dahulu. Menurut islam, proses lamaran
bertujuan sebagai ajang perkenalan antara kedua calon mempelai. Namun, proses
ini suadah banyak diwarnai tradisi yang bukan sepenuhnya dari islam, seperti
tukar cincin, seserahan, dan lainnya.
Dalam islam, lamaran cukup di lakukan secara sederhana saja.
Rasulullah SAW bersabda, “apabila seseorang diantara kalian meminang seorang
wanita, jika dia bisa melihat apa yang mendorong nya untuk menikahinya, maka
lakukanlah” (HR. ahmad dan abu daud). “lihatlah dia, sebab itu lebih patut
untuk melanggengkan di antara kalian” (HR. TARMIDZI)
Jika ingin di telusuri lebih lanjut, budaya pemakaian cincin adalah
buah dari peradaban barat. Meski cincin tersebut tidak mengandung emas, tapi
sebagian ulama mengatakan bahwa cincin kawin itu memang berasal dari kebudayaan
barat. Bisa di bilang, penggunaan cincin pernikahan bisa di anggap haram karena
menyrupai prilaku orang kafir.
Namun kita perlu mempelajari lebih lanjut, apakah memang tukar
cincin itu sendiri merupakan bagian dari agama mereka atau sekedar kebiasaan
yang telah menjadi tradisi dan bebas nilai.?
Membahas soal cincin, ternyata pada zaman rasulullah SAW dahulu,
beliau pernah menerangkan bahwa salah satu bentuk mahar pernikahan adalah
cincin, meski hanya terbuat dari besi. Rasulullahpernah bersandh “berikanlah
mahar, meski hanya berbentuk cincin dari besi”.
Tentu, keterangan tersebut menjadi titik cerah permasalahan ini.
Sayangnya, hadis ini tidak menyiratkan adanya bentuk tukar cincin antara kedua
mempelay. Konteksnya adalah anjuran untuk memberi mahar meski sekedar cincin
dari besi. Cincin dari besi itu di berikan laki-laki sebagai mahar untuk istri.
Sedangkan istri, tidak perlu berbuat serupa.
Dalam hal ini, semua ulama sepakat untuk mengharamkan laki-laki
memakai emas dan perak, seperti cincin, kalung, atau aksesoris lainnya yang
menempel pada pakaian. Dari abi Musa ra. Rasulullah SAW bersabda, “telah di
haramkan memakai sutra dan emas bagi laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi
wanitanya.” (HR. tirmidzi)
Untuk itu, jika kondisi memaksa harus memakai cincin, buatlah
imitasinya. Tujuannya, agar kita tidak melakukan sesuatu yang di haramkan allah
SWT. Karena cincin imitasi sekilas sangat mirip emas asli, bahkan bisa lebih bagus.
Kesimpulannya, dalam hukum islam tidak ada aturan tukar cincin. Dan pertukaran
cincin itu bisa kita masukkan tukar menukar hadiah yang sangat di anjurkan
Rasulullah SAW.
Beberapa hal
yang harus di laksanakan saat atau setelah tunangan:
·
1.
Pertunangan
(khitbah) merupakan proses menuju pernikahan. Jadi, semua yang haram sebelum
tunangan, tetap haram setelah tunangan. Laki-laki pun belum berkewajiban
menafkahi si wanita dan di larang berkhalwat
2.
Batasan
saat tukar menukah hadiahpun ada. Kedua calon mepelai di larang untuk saling
berpegangan tangan dan hal yang di haramkan lainnya.
3.
Hadiah
yang di berikan tidak boleh memberatkan kedua belah pihak. Hadiah pun tidak
harus berupa cincin.
0 komentar:
Post a Comment