Aku selalu bahagiah saat hujan turun. Karena aku dapat
mengenangmu untukku sendiri. Aku bisa tersenyum sepanjang hari karena hujan
pernah menahanmu di sini untukku. Begitu lirik lagu bertajuk ‘hujan’ karya band
utopia. Sekilas tidak ada yang aneh dengan lirik itu, tapi penelitian telah
membuktikan lirik lagu Utopia itu adalah benar secara ilmiah. Bagaimana hujan
bisa mengingatkan seseorang tentang suasana nostalgia? Bukankah hujan hanya
sekedar tetesan air yang jatuh dari langit?
Menjawab pertanyaan di atas memang tidak mudah.
Terlebih pertanyaan tersebut sangat
tendensius mengingat Indonesia mengalami dampak E1 Nino terparah setelah tahun
1965 dan 1998. Udara panas disertai semakin terbatasnya air tanah menambah
derita masyarakat Indonesia. Belum lagi masalah asap akibat terbakarnya hutan
dan lahan di sebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan yang menambah harapan
masyarakat Indonesia akan turunnya hujan dengan intensitas yang cukup.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), hujan
diartikan sebagai titik-titik air yang berjatuhan dari udara karena proses
pendinginan. Hujan merupakan peristiwa yang mesti terjadi di bumi karena hujan
sangat terkait dengan ketersediaan air di planet bumi.
Proses awal turunnya hujan dimulai dengan teriknya
matahari yang menyinari bumi. Energi dari sinar matahari mengakibatkan
terjadinya penggumpalan air laut, samudra, danau, sungai, dan sumber lainnya.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa dalam satu detik, terdapat setidaknya
16 juta ton air yang menguap dari bumi. Uap-uap air yang naik kapada ketinggian
tertentu lalu mengalami peristiwa yang dinamakan kondensiasi. Kondensiasi
merupakan proses terjadinya uap air atau benda berwujud gas menjadi bentuk
cair. Kondensiasi uap air ini kemudian menggumpal di udara dan membentuk awan.
Setelah berbentuk awan menyebar ke wilayah-wilayah tertentu.
Saat sebelum hujan turun ke bumi, uap air yang
menggumpal menjadi awan mengalami proses Koalensi. Proses koalensi adalah
proses di mana uap air menggumpal menjadi satu dan semakin membesar akibat
turbulensi udara. Setelahnya, uap air yang tergabung tertarik gaya gravitasi
bumi dan turun ke bumi sebagi hujan .
Dalam situs pengertianku.net,
hujan yang sampai ke bumi tidak sama jumlahnya seperti saat menggumpal di
awan. Hal ini di sebabkan terdapatnya sebagian kecil butir air yang kembali
menguap ke atas.
Hujan
Menghidupkan Kenangan
selain siklus alamiah air di bumi, hujan juga
menyebabkan seseorang memperoleh kembali ingatan serta kenangan yang pernah di
alaminya. Dengan turunya hujan, tanah dan bebatuan mengeluarkan semacam senyawa
yang di beri nama Petrichor
petrichor
berasal
dari kata petra yangberarti batu dan Ichor yang berarti cairan yang mengalir
di pembuluh para dewa dalam mitologi Yunani. Dua kosakata tersebut di ciptakan
oleh 2 ilmuan Australia bernama bear and Thomas pada sebuah jurnal yang terbit
pada tahun 1964. Pada jurnal yang sama, bear dan Thomas menjelaskan proses
terbentuknya senyawa Patrichor tersebut.
Dalam payungabu.wordpress.com
di sebutkan, petrichor merupakan minyak yang di keluarkan oleh beberapa
jenis tanaman tertentu pada saat kering kemudian di serap oleh tanah dan
bebatuan pada saat basah. Pada saat hujan turun, air membuat tanah dan bebatuan
melepaskan minyak tersebut dan membaur dengan aroma/senyawa geosmin yang merupakan aroma tanah.
Aroma ini sering kita sebut sebagai “bau hujan”
Aroma alami yang di hasilkan senyawa petrichor membuat mereka yang menghirup
mendapat kesan lebih rileks. Karena petrichor
muncul ketika hujan turun, maka tidak heran ada yang
beranggapan bahwa hujan mampu menghipnotis manusia untuk mengingat kembali
ingatan masalalu. Terlebih mereka yang mempunyai ingatan tertentu ketika hujan
turun
Sebagai seorag muslim, kita meski memegang teguh
prinsip “mengingat masa lalu untuk menyiapkan masa depan”(wal tandzur nafsun ma qaddamat lighod). Sehingga wajar, apabila
Allah SWT menciptakan hujan sebagai rezeki dan anugrah untuk para hambanya di
bumi
0 komentar:
Post a Comment